Selasa, 08 Mei 2012***pada pertemuan kali ini
saya dalam memahami materi kuliah tentang sistem operasional bank dalam
teorinya ilmu ini sangatlah mudah dipelajari tetapi hal tersebut relatif karena
pada dasar sesesuatu perbuatan harus diawali dengan rasa senang.
Dapat dilhat dalam perspektif secara global
yang telah lama berdiri di dalam sistem perekonomian masyarakat pada abad lalu
sampai sekarang masih terstruktur. Perkembangan sistem ekonomi yang telah lama
ini terus menerus berkembang dan semakin pesat diranah masyarakat. Boleh
dibilang sistem ini (konvensional) terus mengembangkan berbagai macam
pengembangan untuk mengikuti peradaban manusia yang terus berkembang dari segi
pemikiran / rasio maupun kepercayaan.
Rabu, 9 Mei 2012***Dalam hal ini yang menjadi
tolak ukur ialah uang, yang fungsinya sebagai alat tukar yang sah dalam
transaksi antara para pelaku ekonomi, penjual dan pembeli. Dan uang itu pun menjadi momok utama yang bergerak dalam
aktivitas perekonomian, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi uang juga dapat dijadikan alat pemuas diri /
utility person, sebagai nilai atas suatu kekayaan yang konkret secara subyektif.
Kemudian bagaimana pandangan sistem pada bank
yang bisnis utama dalam transaksi yang ada di dalamnya bersumber dari dana,
bahkan keseluruhan transaksi yang dilakukan dengan menggunakan alat guna berupa
uang. Mungkin sering terlintas bahwa bank itu gudangnya uang jadi apabila bank
tidak memiliki uang yang besar dalam modal usahanya maka bank tersebut dapat
dikategorikan sebagai bank likuidasi. Walaupun bank adalah pusat dari tempatnya
uang mengendap tetapi dalam sistemnya telah terdapat aturan yang membatasi
bank-bank tersebut dalam mendistribusikan sumber dana pada transaksinya. Aturan
itulah yang menjadikan seluruh bank yang ada harus mematuhi kebijakan yang
diberikan bank pusat, yang pada negara Indonesia adalah Bank Indonesia. Yang
dalam kebijakan tersebut memuat, apabila bila ada pelanggaran-pelanggaran yang
mengakibatkan perihal lain maka bank yang melanggar dapat terkena sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan dan sanksi yang diberikan sesuai dengan pelanggaran
pihak bank terdakwah.
Sistem dalam
perekonomian islam tidak semata-mata berperan sebagai suatu tuntutan yang harus
dipatuhi secara menyeluruh dengan konteks bahwa apa yang telah ditentukan oleh
kebijakan pemerintah apabila tidak sesuai Al Qur’an dan As Sunnah belum dapat
diterapkan dalam kehidupan bermasyarskat.
Dan perbedaan
yang mendasar pada sistem perekonomian konvensional dengan islam atau
katakanlah syari’ah, yakni pada pengumpulan dana dari pihak ketiga dan
penditribusiannya. Jika dalam sistem konvensional pengumpulan dananya bersumber
dari modal lembaga sendiri, hasil pengkreditan, dan dana pihak ketiga,
sedangkan dalam sistem syari’ah pengumpulan dananya / funding bersumber dari
modal sendiri, bagi hasil dari pembiayaan, dan dana pihak ketiga. Dari
pengumpulan dana sekilas tidak ada perbedaan akan tetapi dalam hal hasil yang
didapat dari dana pengembangan usaha bank terdapat celah yang membuka sebuah
perbedaan antara sistem kinerja bank konvensional/bank umum dengan bank yang
sistem kinerjanya atas dasar hukum syar’I sesuai ketentuan yang ada pada Al
Qur’an dan As Sunnah. Kemudian untuk pendistribuasian dana tersebut pada bank
konvensional didasari atas keuntungan yang semaksimal mungkin tanpa
menghiraukan keadaan semua pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini bank yang
menerapkan sistem revenue sharing dan walaupun realitas yang berkata lain
dengan hal tersebut, secara menyeluruh lapisan masyarakat menerimanya tanpa
tahu apa yang terjadi apabila mengunakan system tersebut. Tentu saja itu tidak
terlalu berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat yang notabene agama non
islam tapi lain halnya apabila lingkup masyarakat yang menerapkan sistem
revenue maximazer notabene agama islam murni. Berbeda dari bank konvensional
yang menerapkan sistem revenue sharing, bank syari’ah yang tumbuh berkembang
secara dinamis masih memiliki peluang yang sangat tinggi dalam menjajahi dunia
perekonomian berbagai Negara yang belum seluruh menerapkan sistem perekonomian
yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Karena pada bank syari’ah sistem
yang digunakan berupa prinsip bagi hasil dimana dalam penyertaan keuntungannya
diambil dari kesepakatan antar berbagai pihak baik dari pihak nasabah maupun
pihak bank atas keikutsertaan modal dari pihak supplyer.
Terminologi dari
bank konvensional, dalam peranan bank dengan pihak deposan dan pihak pengkredit
menggunakan bahasa kreditur dan debitur, sedangkan dari bank syari’ah
menggunakan termin nasabah dan pemodal antara pihak bank/shahibul maal dengan
pihak pengambil dana pembiayaan/mudharib dalam akad mudharabah.
Dari hasil yang
diperoleh apabila peminjam dana/kreditur dalam bank konvensional dituntut
adanya bunga yang ditangguhkan pada peminjam dan kewajiban yang harus dibayar
oleh bank pada pihak ketiga/investor. Selain itu, bank tersebut dalam penentuan
laba yang diperoleh pada investor dihitung dengan prosentase nilai bunga yang
mengginyurkan bagi pihak investor dan penentuan prosentase tersebut semata-mata
hanya dijalankan secara spekulasi, perkiraan yang dapat dihitung, dan
memberikan return yang belum jelas arus usaha dana yang diinventasikan. Tindakan
Itu semua sangat dilarang dalam hukum syara’, karena mendirikan suatu usaha
yang belum jelas laba pendapatannya. Disinilah sistem pada bank syari’ah lebih
dapat bertahan dalam krisis moneter abad ke-19. Dimana pendapatan yang didapat
pada masing-masing pihak mendapatkan revenue yang sesuai dengan kontribusi
antar beberapa pihak yang bersangkutan, dengan menggunakan sistem bagi
hasil/syirkah. Kemudian, prosentase yang digunakan bukan prosentase pada nilai
bunga tetapi mengunakan prosentase pada nilai nisbah bagi hasil dan itu pun
terbentuk dari kesepakatan yang ada pada iqrar ijab qobul. Dan iqrar tersebut
harus dijalankan sesuai ketentuan kemudian dijalankan dengan rasa suka sama
suka, senang sama senang, dan menjalin kemitraan usaha yang menuju pada
silahturahmi antar sesama umat muslim atau non muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar