‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ)
yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ)
yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan
yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ازوجلّ dengan segala pelaksanaan ke-wajiban,
bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari
Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah
maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah
yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
2. Bukti
Adanya Allah
Adanya Allah swt adalah
sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang kebenarannya telah diakui, tanpa
perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil
yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara
rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala Wujud Allah telah
dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.
1. Dalil Fitrah
Manusia diciptakan
dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari atau tidak, disertai
belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu akan bangkit. Firman Allah
Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
(al-A’raf:172)
Dan sungguh jika kamu
bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka
menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah
Allah)?, (az-Zukhruf:87)
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al Bukhari)
Ayat dan hadis tersebut
menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan. Ketuhanan ini bisa difahami
sebagai ketuhanan Islam, karena pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan.
Selain itu adanya pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai
Nasrani, Yahudi atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung
maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa disimpulkan
bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan
yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang
hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang menyimpang.
2. Dalil Akal
Akal yang digunakan
untuk merenungkan keadaan diri manusia, alam semesta dia dapat membuktikan
adanya Tuhan. Di antara langkah yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya
Tuhan melalui akal adalah dengan beberapa teori, antara lain;
3. Dalil Naqli
Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap
adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk
mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan
yang sebenarnya.
Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Qur’an;
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam.(al-A’raf:54)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam
dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.
4. Dalil Inderawi
Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua
fenomena:
Definisi
Ibadah
Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab.
Arti kata ini adalah:
- perbuatan atau
penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang
didasari oleh peraturan agama.
- segala usaha
lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus
dituruti pemeluknya.
- upacara yang berhubungan dengan agama.
Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa :
- Kesadaran beragama
pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada
tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada
Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS.
51:56).
- Manusia yang
menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada
pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)
- Sedangkan
manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia
berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf
QS. 43:43).
Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah
kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang
teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya
terbatas kepada apa yang disebut ibadah
mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek
kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan
itu.
Serba-serbi
Ibadah
Tugas manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT (51:56).
Meskipun merupakan tugas, tetapi pelaksanaan ibadah bukan untuk Allah (51 :57),
karena Allah tidak memerlukan apa-apa. Ibadah pada dasarnya adalah untuk
kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri.
Ibadah ('abada : menyembah, mengabdi) merupakan bentuk penghambaan
manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena penyembahan/pemujaan
merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia
dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.
Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas. Segala sesuatu
yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara
lahir atau batin, semua merupakan ibadah. Lawan ibadah adalah ma'syiat.
Ibadah ada dua macam :
1. Ibadah Maghdhah (khusus)
yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritus. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah jenis ini tidak banyak jumlahnya.
yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritus. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah jenis ini tidak banyak jumlahnya.
2. Ibadah 'Amah (Muamalah)
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
Sesuatu akan bernilai ibadah, jika memenuhi persyaratan :
1. Iman kepada Allah dan Hari akhir (2 :62). Karenanya amal orang
kafir seperti fatamorgana.
2. Didasari niat ikhlas (murni) karena Allah, sebagaimana hadis :
Sesungguhnya
amal itu tergantung niatnya. dan bagi segala sesuatu tergantung dari apa yang
ia niatkan.
3. Dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah.
Untuk ibadah maghdhah : harus sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadis, Kreativitas
justru dilarang. Sehingga berlaku prinsip " Segala ssesuatu dilarang, kecuali yang
diperintahkan". Kita dilarang membuat ritus-ritus baru yang tidak
ada dasarnya.
Untuk mu'amalah : harus sesuai dengan jiwa dan prinsip prinsip ajaran Islam.
Pelaksanaannya justru memerlukan kreativitas manusia. Sehingga berlaku prinsip
" Segala-sesuatu
boleh, kecuali yang dilarang"
Ibadah pada dasarnya merupakan pembinaan diri menuju taqwa. (2 :21). Setiap
upaya ibadah memiliki pengaruh positif terhadap keimanan, lawanya adalah
maksyiat yang berpengaruh negatif terhadap keimanan.
Iman bertambah
dan berkurang. Bertambahnya iman dengan ibadah, berkurang karena ma'syiat
(Hadis)
Setiap ibadah juga memiliki hikmah/tujuan-tujuan mulia, seperti :
- Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar (29 : 45)
- Puasa untuk mencapai taqwa (2 :183)
- Zakat untuk mensucikan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak
( 9: 103)
- Haji sebagai sarana pendidikan untuk menahan diri dari perkataan
dan perbuatan kotor. ( 2;197)
Selain itu juga memiliki keluasan dan keutamaan-keutamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar