Rabu, 09 Mei 2012

Aqidah Islam


‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ازوجلّ dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.



2. Bukti Adanya Allah

Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.

1. Dalil Fitrah
Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu akan bangkit. Firman Allah
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (al-A’raf:172)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, (az-Zukhruf:87)
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al Bukhari)
Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan. Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang menyimpang.
2. Dalil Akal
Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia, alam semesta dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah dengan beberapa teori, antara lain;

3. Dalil Naqli
Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya.
Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Qur’an;
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.(al-A’raf:54)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.
4. Dalil Inderawi
Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua fenomena:

Definisi Ibadah

Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Arti kata ini adalah:
  1. perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.
  2. segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.
  3. upacara yang berhubungan dengan agama.
Ibadah Menurut Al-Qur'an
Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa :
  1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51:56).
  2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)
  3. Sedangkan manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf QS. 43:43).
Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu.

Serba-serbi Ibadah

Tugas manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT (51:56). Meskipun merupakan tugas, tetapi pelaksanaan ibadah bukan untuk Allah (51 :57), karena Allah tidak memerlukan apa-apa. Ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri.
Ibadah ('abada : menyembah, mengabdi) merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena penyembahan/pemujaan merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.
Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas. Segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir atau batin, semua merupakan ibadah. Lawan ibadah adalah ma'syiat.
Ibadah ada dua macam :
1. Ibadah Maghdhah (khusus)
yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritus. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah jenis ini tidak banyak jumlahnya.
2. Ibadah 'Amah (Muamalah)
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
Sesuatu akan bernilai ibadah, jika memenuhi persyaratan :
1. Iman kepada Allah dan Hari akhir (2 :62). Karenanya amal orang kafir seperti fatamorgana.
2. Didasari niat ikhlas (murni) karena Allah, sebagaimana hadis :
Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. dan bagi segala sesuatu tergantung dari apa yang ia niatkan.
3. Dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah.
Untuk ibadah maghdhah : harus sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadis, Kreativitas justru dilarang. Sehingga berlaku prinsip " Segala ssesuatu dilarang, kecuali yang diperintahkan". Kita dilarang membuat ritus-ritus baru yang tidak ada dasarnya.
Untuk mu'amalah : harus sesuai dengan jiwa dan prinsip prinsip ajaran Islam. Pelaksanaannya justru memerlukan kreativitas manusia. Sehingga berlaku prinsip " Segala-sesuatu boleh, kecuali yang dilarang"
Ibadah pada dasarnya merupakan pembinaan diri menuju taqwa. (2 :21). Setiap upaya ibadah memiliki pengaruh positif terhadap keimanan, lawanya adalah maksyiat yang berpengaruh negatif terhadap keimanan.
Iman bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman dengan ibadah, berkurang karena ma'syiat (Hadis)
Setiap ibadah juga memiliki hikmah/tujuan-tujuan mulia, seperti :
- Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar (29 : 45)
- Puasa untuk mencapai taqwa (2 :183)
- Zakat untuk mensucikan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak ( 9: 103)
- Haji sebagai sarana pendidikan untuk menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor. ( 2;197)
Selain itu juga memiliki keluasan dan keutamaan-keutamaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar