Kamis, 17 Mei 2012

Jasa Kliring


Merupakan jasa yang ada pada bank syari’ah dalam hal menyelesaikan urusan yang berkaitan tentang hutang piutang dimana hal tersebut terjadi antar bank dan dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan tempat terjadinya proses tersebut.
Sistem pelaksanaan kliring dapat dibagi menjadi 2, sebagai berikut:
1.      Local area
Hal ini berarti,proses yang mana pada penyelesaian hutang piutang  terjadi hanya dilakukan antar bank dan warkat kliringnya dalam lingkup perbankan setempat
2.      Inter city
Sama halnya dengan local area, dimana proses penyelesaian hutang piutang yang terjadi antar bank dengan perbedaan bahwa warkat kliringnya berasal dari lingkungan perbankan diluar bank setempat.
Mengenai macam-macam transaksinya jasa kliring terbagi menjadi,
1.      Bahwa penyerahan dana oleh nasabah/ bank akan disalurkan ke nasabah/bank lainnya.
2.      Adanya suatu penagihan yang dilakukan bank untuk ditujukan pada bank lainnya.
Kemudian semua hal tersebut tentu terdapat tahapan-tahapannya/ mekanismenya. Demikianlah, mekanisme yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang ada pada perbankan, dan semua landasan tersebut diatur di dalam Bank Indonesia apabila semua transaksi tersebut dilakukan perbankan yang terdapat di Negara Indonesia,
Mekanismenya sebagai berikut,
1.      Ada kliring penerimaan,
Pada tahapan ini, bank yang bertindak sebagai pengirim danbertugas menyerahkan warkat-warkat pelimpahan dana beserta tagihannya kepada bank lainnya yang bertindak disisi penerima.
2.      Ada kliring ditolak/retur,
Kemudian pada tahapan ini adalah sebagai respon dari tahap pertama. Setelah warkat-warkat yang diterima bank disisi penerima lalu bank pada bagian ini menelaah warkat pengiriman tersebut dan dilanjutkan dengan penterahan warkat yang tertolak kepada bank pengirim dengan disertai alasan-alasan penolakannya.
3.      Ada penyelesaian kliringnya.
Disinilah tahapan akhir yang harus ditempuh dalam pengetahui dana yang masuk dan dana yang keluar transaksi kliring suatu bank,yakni:
a)      Apabila tagihan(dana masuk) melebihi hutang (dana keluar), maka keadaan demikian dikatakan menang kliring. Atas kemenangan inii, kelebihan dana dapat dilimpahkan ke kantor lain (kantor pusat atau cabang yang sama di kota lain dengan berbagai alas an, diantaranya guna menutup kekalahan klirng di Cabang dimaksud).
b)      Namun bila kewajiban (dana kelluar) hari itu jumlah melbihi tagihan (dana masuk), maka di hari tersebut (cabang) bank dimaksud dikatakan kalah kliring. Atas ke kalahan kliring ini apakah ditutup dengan pinjaman dana bank lain atau ditutup dari dana yang berasal dari cabang bank yang sama di tempat lain.

Minggu, 13 Mei 2012

Membuat teks Pada blog berjalan

Hal tersebut sangtlah mudah dilakukan, kenapa??karena saya telah melakukannya,,ya,ya,ya/ memang benar teks yang berjalan pada blog sangat membuat ketertarikan sendiri, le's go to view
kita dapat lakukan dengan cara menuliskan
tag <marquee>???</marquee>
mengganti ??? dengan tulisan yang kita suka example this down:

Perbankan Syari'ah (banker)
  
Diatas adalah contoh tulisan ke bawah secara lambat dengan
tag <marquee color=#ffff00 behavior="scroll" scrollamount="1" height="30px" direction="Down"> Perbankan Syari'ah (banker) </marquee>

sekarang membuat teks berjalan secara zig-zag, bagaimana caranya,, mari lihat dibawah ini:
<marquee behavior="alternate" direction="right" height="20px"><marquee direction="left"> Perbankan Syari'ah (banker) </marquee></marquee>

Perbankan Syari'ah (banker)
mudahkan caranya,,selamat mencoba dengan kesabaran okey friend?///

Kamis, 10 Mei 2012

Mari Kita Belajar!!! Sistem Operasional Bank



Selasa, 08 Mei 2012***pada pertemuan kali ini saya dalam memahami materi kuliah tentang sistem operasional bank dalam teorinya ilmu ini sangatlah mudah dipelajari tetapi hal tersebut relatif karena pada dasar sesesuatu perbuatan harus diawali dengan rasa senang.
Dapat dilhat dalam perspektif secara global yang telah lama berdiri di dalam sistem perekonomian masyarakat pada abad lalu sampai sekarang masih terstruktur. Perkembangan sistem ekonomi yang telah lama ini terus menerus berkembang dan semakin pesat diranah masyarakat. Boleh dibilang sistem ini (konvensional) terus mengembangkan berbagai macam pengembangan untuk mengikuti peradaban manusia yang terus berkembang dari segi pemikiran / rasio maupun kepercayaan.
Rabu, 9 Mei 2012***Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur ialah uang, yang fungsinya sebagai alat tukar yang sah dalam transaksi antara para pelaku ekonomi, penjual dan pembeli. Dan uang itu  pun menjadi momok utama yang bergerak dalam aktivitas perekonomian, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi uang  juga dapat dijadikan alat pemuas diri / utility person, sebagai nilai atas suatu kekayaan yang konkret secara subyektif.
Kemudian bagaimana pandangan sistem pada bank yang bisnis utama dalam transaksi yang ada di dalamnya bersumber dari dana, bahkan keseluruhan transaksi yang dilakukan dengan menggunakan alat guna berupa uang. Mungkin sering terlintas bahwa bank itu gudangnya uang jadi apabila bank tidak memiliki uang yang besar dalam modal usahanya maka bank tersebut dapat dikategorikan sebagai bank likuidasi. Walaupun bank adalah pusat dari tempatnya uang mengendap tetapi dalam sistemnya telah terdapat aturan yang membatasi bank-bank tersebut dalam mendistribusikan sumber dana pada transaksinya. Aturan itulah yang menjadikan seluruh bank yang ada harus mematuhi kebijakan yang diberikan bank pusat, yang pada negara Indonesia adalah Bank Indonesia. Yang dalam kebijakan tersebut memuat, apabila bila ada pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perihal lain maka bank yang melanggar dapat terkena sanksi atas pelanggaran yang dilakukan dan sanksi yang diberikan sesuai dengan pelanggaran pihak bank terdakwah.
Sistem dalam perekonomian islam tidak semata-mata berperan sebagai suatu tuntutan yang harus dipatuhi secara menyeluruh dengan konteks bahwa apa yang telah ditentukan oleh kebijakan pemerintah apabila tidak sesuai Al Qur’an dan As Sunnah belum dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarskat.
Dan perbedaan yang mendasar pada sistem perekonomian konvensional dengan islam atau katakanlah syari’ah, yakni pada pengumpulan dana dari pihak ketiga dan penditribusiannya. Jika dalam sistem konvensional pengumpulan dananya bersumber dari modal lembaga sendiri, hasil pengkreditan, dan dana pihak ketiga, sedangkan dalam sistem syari’ah pengumpulan dananya / funding bersumber dari modal sendiri, bagi hasil dari pembiayaan, dan dana pihak ketiga. Dari pengumpulan dana sekilas tidak ada perbedaan akan tetapi dalam hal hasil yang didapat dari dana pengembangan usaha bank terdapat celah yang membuka sebuah perbedaan antara sistem kinerja bank konvensional/bank umum dengan bank yang sistem kinerjanya atas dasar hukum syar’I sesuai ketentuan yang ada pada Al Qur’an dan As Sunnah. Kemudian untuk pendistribuasian dana tersebut pada bank konvensional didasari atas keuntungan yang semaksimal mungkin tanpa menghiraukan keadaan semua pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini bank yang menerapkan sistem revenue sharing dan walaupun realitas yang berkata lain dengan hal tersebut, secara menyeluruh lapisan masyarakat menerimanya tanpa tahu apa yang terjadi apabila mengunakan system tersebut. Tentu saja itu tidak terlalu berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat yang notabene agama non islam tapi lain halnya apabila lingkup masyarakat yang menerapkan sistem revenue maximazer notabene agama islam murni. Berbeda dari bank konvensional yang menerapkan sistem revenue sharing, bank syari’ah yang tumbuh berkembang secara dinamis masih memiliki peluang yang sangat tinggi dalam menjajahi dunia perekonomian berbagai Negara yang belum seluruh menerapkan sistem perekonomian yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Karena pada bank syari’ah sistem yang digunakan berupa prinsip bagi hasil dimana dalam penyertaan keuntungannya diambil dari kesepakatan antar berbagai pihak baik dari pihak nasabah maupun pihak bank atas keikutsertaan modal dari pihak supplyer.
Terminologi dari bank konvensional, dalam peranan bank dengan pihak deposan dan pihak pengkredit menggunakan bahasa kreditur dan debitur, sedangkan dari bank syari’ah menggunakan termin nasabah dan pemodal antara pihak bank/shahibul maal dengan pihak pengambil dana pembiayaan/mudharib dalam akad mudharabah.
Dari hasil yang diperoleh apabila peminjam dana/kreditur dalam bank konvensional dituntut adanya bunga yang ditangguhkan pada peminjam dan kewajiban yang harus dibayar oleh bank pada pihak ketiga/investor. Selain itu, bank tersebut dalam penentuan laba yang diperoleh pada investor dihitung dengan prosentase nilai bunga yang mengginyurkan bagi pihak investor dan penentuan prosentase tersebut semata-mata hanya dijalankan secara spekulasi, perkiraan yang dapat dihitung, dan memberikan return yang belum jelas arus usaha dana yang diinventasikan. Tindakan Itu semua sangat dilarang dalam hukum syara’, karena mendirikan suatu usaha yang belum jelas laba pendapatannya. Disinilah sistem pada bank syari’ah lebih dapat bertahan dalam krisis moneter abad ke-19. Dimana pendapatan yang didapat pada masing-masing pihak mendapatkan revenue yang sesuai dengan kontribusi antar beberapa pihak yang bersangkutan, dengan menggunakan sistem bagi hasil/syirkah. Kemudian, prosentase yang digunakan bukan prosentase pada nilai bunga tetapi mengunakan prosentase pada nilai nisbah bagi hasil dan itu pun terbentuk dari kesepakatan yang ada pada iqrar ijab qobul. Dan iqrar tersebut harus dijalankan sesuai ketentuan kemudian dijalankan dengan rasa suka sama suka, senang sama senang, dan menjalin kemitraan usaha yang menuju pada silahturahmi antar sesama umat muslim atau non muslim.

Rabu, 09 Mei 2012

Aqidah Islam


‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ازوجلّ dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.



2. Bukti Adanya Allah

Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.

1. Dalil Fitrah
Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu akan bangkit. Firman Allah
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (al-A’raf:172)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, (az-Zukhruf:87)
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al Bukhari)
Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan. Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang menyimpang.
2. Dalil Akal
Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia, alam semesta dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah dengan beberapa teori, antara lain;

3. Dalil Naqli
Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya.
Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Qur’an;
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.(al-A’raf:54)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.
4. Dalil Inderawi
Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua fenomena:

Definisi Ibadah

Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Arti kata ini adalah:
  1. perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.
  2. segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.
  3. upacara yang berhubungan dengan agama.
Ibadah Menurut Al-Qur'an
Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa :
  1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51:56).
  2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)
  3. Sedangkan manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf QS. 43:43).
Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu.

Serba-serbi Ibadah

Tugas manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT (51:56). Meskipun merupakan tugas, tetapi pelaksanaan ibadah bukan untuk Allah (51 :57), karena Allah tidak memerlukan apa-apa. Ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri.
Ibadah ('abada : menyembah, mengabdi) merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena penyembahan/pemujaan merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.
Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas. Segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir atau batin, semua merupakan ibadah. Lawan ibadah adalah ma'syiat.
Ibadah ada dua macam :
1. Ibadah Maghdhah (khusus)
yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritus. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah jenis ini tidak banyak jumlahnya.
2. Ibadah 'Amah (Muamalah)
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
Sesuatu akan bernilai ibadah, jika memenuhi persyaratan :
1. Iman kepada Allah dan Hari akhir (2 :62). Karenanya amal orang kafir seperti fatamorgana.
2. Didasari niat ikhlas (murni) karena Allah, sebagaimana hadis :
Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. dan bagi segala sesuatu tergantung dari apa yang ia niatkan.
3. Dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah.
Untuk ibadah maghdhah : harus sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadis, Kreativitas justru dilarang. Sehingga berlaku prinsip " Segala ssesuatu dilarang, kecuali yang diperintahkan". Kita dilarang membuat ritus-ritus baru yang tidak ada dasarnya.
Untuk mu'amalah : harus sesuai dengan jiwa dan prinsip prinsip ajaran Islam. Pelaksanaannya justru memerlukan kreativitas manusia. Sehingga berlaku prinsip " Segala-sesuatu boleh, kecuali yang dilarang"
Ibadah pada dasarnya merupakan pembinaan diri menuju taqwa. (2 :21). Setiap upaya ibadah memiliki pengaruh positif terhadap keimanan, lawanya adalah maksyiat yang berpengaruh negatif terhadap keimanan.
Iman bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman dengan ibadah, berkurang karena ma'syiat (Hadis)
Setiap ibadah juga memiliki hikmah/tujuan-tujuan mulia, seperti :
- Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar (29 : 45)
- Puasa untuk mencapai taqwa (2 :183)
- Zakat untuk mensucikan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak ( 9: 103)
- Haji sebagai sarana pendidikan untuk menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor. ( 2;197)
Selain itu juga memiliki keluasan dan keutamaan-keutamaan

Selasa, 08 Mei 2012

Ekonomi Mikro Islam, Nilai-nilai produksi dalam islam

Menepati Janji dan Kontrak
            Sesuatu yang dilakukan, dikatakan, dan diberi tindakan lanjutan dari apa yang telah terjadi bahwasanya dalam membuat suatu barang atau menghasilkan barang setengah jadi dan barang jadi harus sesuai dengan akad yang telah disepakati. Untuk memproduksi suatu barang harus melihat kondisi barang yang dihasilkan, apakah sesuai dengan yang diminta konsumen atau tidak. Dan semuanya itu juga harus ada sebuah kontrak kerja atau kontrak perjanjian yang mengawali suatu barang yang nantinya kan dihasilkan. Tidak ada kecurang pada saat kontrak atau setelah barang dihasilkan.
Nilai kejujuran dalam proses produksivitas harus dimunculkan pada para pelaku produksi. Kejujuran adalah dasar pokok dalam melakukan produktivitas karena sifat inilah yang dalam islam harus ada suatu transaksi dan perjanjian kontrak kerja atas barang yang akan diproduksi. Apabila tingkat kebutuhan masyarakat atas suatu barang tertentu meningkat, maka produksi akan barang tertentu juga ikut meningkat dengan landasan sesuai yang dibutuhkan masyarakat saja.
Sama halnya dengan menepati sebuah janji yang telah diikrarkan kepada orang lain. Jujur menjadi sebuah acuan atau tolak ukur apakah janji itu dapat ditepati atau tidak.
Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
            Tidak mendzalimi barang yang telah dihasilkan, yakni membuat suatu barang yang secukupnya tidak melebihi batas sehingga barang yang dihasilkan tidak terpakai atau mubadzir bahkan akan dibuang. Dalam islam hal itu harus ada pengawasan tersendiri melalui kesadaran diri sendiri dan kepedulian terhadap orang yang membutuhkan bukan orang yang berhasrat untuk menginginkan produk tersebut.
            Dalam produksi, barang pun tidak hanya menghasilkan barang tetapi harus sesuai dengan perbandingan antara harga  barang yang ditawarkan dengan kuantitas yang diberikan. Takaran tersebut harus mencapai tingkat mashlahah produksi yang sesuai, tidak melebih-lebihkan atau menguranginya. Karena hal tersebut dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
            Tidak semestinya, apabila menghasilkan barang jadi menggunakan bahan yang dalam takarannya sedikit dikurangi tetapi saat membeli bahan produksi dengan takaran yang lebih. Mungkin sikap produksi seperti inilah yang harus diubah dan meluruskan dengan berpedoman pada al-qur’an dan as sunnah
Adil dalam bertransaksi
            Konteks adil yang ada pada nilai islam dalam produksi dapat dijabarkan dengan memberlakukan barang hasil produksi dengan selayaknya. Pada produksi paham benar tentang menghasilkan suatu barang tapi belum tentu barang yang dihasilkan sesuai dengan transaksi yang ada dalam islam secara khusus. Menjadikan barang yang dihasilkan itu sebagai kebutuhan yang semestinya agar dapat mencakup di berbagai kalangan masyarakat bukun hanya dikalangan menengah ke atas.
            Sama halnya dengan transaksi jual beli antara penjual dan pembeli, dalam produksi pun juga ada nilai suka sama suka apabila barang itu akan dhasilkan. Yang membedakan adalah nilai yang barang yang harus dipertanggung jawabkan oleh produsen atas barang yang diproduksinya, apakah sesuai atau belum sesuai.
Mengikuti syarat sah dan rukun akad
            Di dalam menghasilkan suatu barang yang dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat menjadi sebuah syarat sah atas segala hal yang berhubungan dengan produksi barang tersebut. Sebelum akad terjadi dalam proses produksi secara syari’ah, semua pihak yang bersangkutan dalam proses produksi harus mengikuti aturan sahnya akad. Tidak diperkenankan meninggalkannya karena akan mempengaruhi halal dan tidaknya suatu barang yang akan diproduksi. Nilai ini juga melibatkan pihak-pihak yang akan melakukan akad dan semuanya sesuai dengan ketentuan yang telah di atur dalam syariat.
            Untuk itulah syarat dalam sebuah akad harus dibentuk serta dijalankan sebagaimana mestinya.setelah semua syarat akad terpenuhi masih terdapat kewajiban lain yakni saat akad itu dijalankan, sudah tentu secara syar’i. Semua hal ini adalah suatu proses agar akad tersebut dapat terlaksanakan dengan penuh rasa ikhlas dan ihsan.
            Dan keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Perpaduan inilah yang membuat sebuah akad menjadi lebih bernilai dalam pandangan islam.
Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam
            Tidak mendekati hal-hal yang dalam ketentuan islam sudah pasti bahwa itu diharamkan baik pengelolaan, pembentukan, dan pelaksanaannya. Pada konteks ini islam sudah memberi batasan-batasan yang sesuai menyangkut berbagai hal, seperti pencampuran barang haram ke dalam barang produksi dan menggantikan bahan produksi halal dengan yang haram karena berbagai faktor pendukungnya. Semuanya itu dapat terjadi apabila pelaku-pelaku produksi barang (produsen dan pekerja) tidak menempatkan dengan hati-hati.
            Penentuan akan barang yang akan diproduksi menjadi suatu pilihan dalam mengelola barang agar menjadi barang yang bermanfaat dan memberikan keuntungan yang besar tanpa merugikan orang lain. Perlu dipikirkan kembali dampak yang akan terjadi dalam memproduksi barang tertentu. Memperhitungkan antara hal-hal yang berkaitan dengan jenis barang dan proses pembuatan barang tersebut.
Pembayaran upah tepat waktu dan layak
            Bahwa membayar upah yang telah ditetapkan produsen kepada pekerjanya harus diberikan sesuai kesepakatan. Karena apabila pemberian upah tidak diberikan kepada pekerja yang telah berusah membuat bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan menghasilkan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang langsung dapat digunakan. Dan jerihpayah itu harus ditutup dengan pemberian upah yang tepat waktu dan adil dalam takaran upah yang diterima agar para pekerja penjadi bersemangat kembali dalam menghasilkan barang-barang yang berkualitas serta produktif.
            Ketepatan dalam memberikan upah tersebut juga memberikan nilai tambah atas barang yang dihasilkan, yakni menepati janji yang ada, memberikan rasa rahmat atas barang yang telah dihasilkan dan kesejahteraan pun akan tercipta pada pelaku produksi. Disini adanya unsur timbal balik yang syariat, unsur yang saling membutuhkan dan mempererat tali persaudaraan antar umat.

Zakat Berperan dalam Kehidupan Masyarakat


Data yang dapat diperoleh dari pengambilan informasi gaji pegawai negeri Indonesia pada dunia maya yaitu internet di tahun 2011. Bahwa gaji yang diperoleh pegawai negeri pada golongan I a paling rendah saja senilai Rp. 1.175.000,- untuk masa kerja 0 tahun dan paling tinggi senilai Rp.  1.675.200,- serta pada golongan IV a paling rendah gaji yang diberikan senilai Rp. 2.245.200,- untuk masa kerja 0 tahun lalu gaji yang paling tinggi yang diberikan pada golongan IV a sebesar Rp. 3.473.900,-.
Dapat ditelaah bahwa minimal gaji yang diperoleh pegawai negeri sipil kurang lebih 1 juta rupiah, itu saja belum ditambah dengan tambahan penghasilan diluar gaji pokoknya. Kalau dihitung dalam matematis seperti, dibawah ini :
Gaji yang diperoleh/ bulan
Pendapatan se-tahun
Dana Zakat (2,5%)
Zakat yang dibayar per tahun


Rp      1,175,000.00
Rp          14,100,000.00
Rp           29,375.00
Rp                                352,500.00

Rp      1,675,200.00
Rp          20,102,400.00
Rp           41,880.00
Rp                                502,560.00


Pada data diatas telah tertera, bahwa apabila gaji yang diperoleh seorang PNS golongan I a sebesar Rp 1,175,000.00 pada masa kerja kurang dari 10 tahun. Jadi , dalam setahun dia memperoleh Rp 14,100,000.00 bahwasanya pendapatan tersebut belum masuk dalam 1 nishab yang mana 1 gram emas =  Rp 250,000.00 di tahun 2011.
250,000 x 85 gr (1 nishab) = Rp 21,250,000.00
Gaji yang diperoleh/ bulan
Pendapatan se-tahun
Dana Zakat (2,5%)
Zakat yang dibayar per tahun


 Rp      2,245,200.00
 Rp          26,942,400.00
 Rp           56,130.00
 Rp                                673,560.00

 Rp      3,473,900.00
 Rp          41,686,800.00
 Rp           86,847.50
 Rp                            1,042,170.00


Beda halnya dengan pendapatan yang diperoleh seorang PNS pada golongan IV a dimana pendapatan dia telah masuk nishab dan dia wajib mengeluarkan zakat profesi dengan perhitungan dalam perolehan total pendapatan selama 1 tahun.
Rumusan pengeluaran zakat profesi :
Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total – Pembayaran Hutang / Cicilan )
Dan cara menghitung Nisab Zakat Profesi = 520 x harga beras pasaran per kg
Se-bulan gaji yang diperoleh Rp 2,245,200.00 dan dalam 1 tahun = Rp 2,245,200.00 x 12
                                                                                                           = Rp 26,942,400.00
Perolehan yang didapat dari data di atas bahwa jika dana zakat tersebut dikumpulkan akan memperoleh dana yang sangat banyak serta dapat membantu orang-orang yang kekurangan contoh saja :
Pada perekonomian pada penduduk miskin yang ada di Negara Indonesia ,
Perhitungan penduduk miskin dengan pendekatan makro didasarkan pada data sampel bukan data sensus, sehingga hasilnya adalah estimasi (perkiraan). Sumber data yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang pencacahannya dilakukan setiap bulan Maret dengan jumlah sampel 68.000 rumah tangga. BPS menyajikan data kemiskinan makro sejak tahun 1984 sehingga perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dari waktu ke waktu.
Data kemiskinan makro yang terakhir dihitung BPS adalah posisi Maret 2010 dan dirilis tanggal 1 Juli 2010. Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung per provinsi dengan garis kemiskinan yang berbeda – beda. Di DKI Jakarta besaran garis kemiskinan mencapai Rp. 331.169 per kapita per bulan, sementara di papua Rp. 259.128. Data di level nasional merupakan penjumlahan penduduk miskin di seluruh provinsi, sehingga jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta (13,33 persen dari total penduduk) dengan garis kemiskinan sebesar Rp.211.726 per kapita per bulan. Pada bulan Maret 2011 BPS akan kembali melakukan pengumpulan data Susenas dan hasil penghitungan penduduk miskin akan kembali melakukan pengumpulan data Susenas dan hasil penghitungan penduduk miskin akan dirilis tanggal 1 Juli 2011. Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2010 dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin 1996-2010
 http://muarojambikab.bps.go.id/www/images/micmac5.jpg
Dari penduduk Indonesia yang berjumlah 31.020.000 jiwa yang masih dalam sektor kemiskinan, apabila dana zakat tersebut digunakan untuk membantu keuangan keluarga miskin dengan perhitungan dana seperti berikut:
Dari jumlah PNS yang ada pada golongan IV a dapat dihitung sekitar 2.000.000 orang dengan penghasilan yang sama yaitu
            (Rp  86,847.50 x 2.000.000 ) / 31.020.000 = Rp 5,599.41
Untuk perorangan akan mendapat bantu dana sebesar Rp 5,599.41 dan dengan bantuan tersebut mungkin belum dapat membantu kalau hanya dari PNS pada golongan IV yang pada masa kerja lebih dari 10 tahun tapi harus ada tambahan dari dana-dana zakat yang lain.
Dan pada golongan PNS pada IV a masa kerja kurang dari 10 tahun mendapatkan dana sebesar
            (Rp  56,130.00 x 2.000.000) / 31.020.000 =  Rp 3,618.95
Dengan perolehan angka tersebut berarti telah terkumpul dana Rp 5,599.41 + Rp 3,618.95 = Rp 9218.36 yang mana dengan dana ini dapat pula ditambah dari golongan PNS pada masa kerja lebih dari 25 tahun.
Semisal,
Seorang pegawai memiliki penghasilan per bulan Rp. 1.500.000,-. Bagaimanakah zakatnya? Jika harga beras per kilogram Rp. 1.300,- maka nishabnya (menurut zakat pertanian) adalah 653 kg x Rp 1.300,- = Rp 848.900,-. Maka penghasilan pegawai tersebut telah mencapai nishab. Zakat yang dikeluarkannya adalah = 2.5 % x Rp 1.500.00,- = Rp 37.500,-.
Seorang pegawai memiliki penghasilan per tahun Rp. 2.500.00,- . Pada umumnya setahun para petani mengalami 3 kali panen dengan tingkat teknologi dan jenis bibit mutakhir.
Berarti nisab per tahun = 3 x Rp 848.900 = Rp 2.546.700,- secara matematis penhasilannya belum mencapai nishab, meskipun sudah hampir mendekati. Ia belum terkena kewajiban zakat. Namun, ini bukan berarti ia tak dapat mengeluarkana sadaqah sebesar 2.5%, kurang atau lebih jika dikehendakinya sendiri dengan keikhlasan.
Seorang pegawai memiliki penghasilan Rp 250.000,- per bulan. Bagaimana zakatnya? Penghasilannya per tahun berarti Rp 250.000,- x 12 = Rp 3.000.00,- Ini melebihi nishab hasil pertanian per tahun. Zakatnya per bulan Rp. 250.000,- x 2,5% = Rp 6.250,-.
Seorang memiliki rumah kontrakan yang tiap bulannya mendapat uang sewa Rp. 1.000.000,- Biaya pemeliharaan Rp 50.000,- Berapa zakatnya? Penghasilan bersih = Rp 1.000.000,- - Rp 50.000,- = Rp 950.000,- berarti sampai nishab. Zakatnya 10% x Rp 950.000,- = Rp 95.000,-.
Seorang memiliki angkutan kota yang diperoleh dari kredit dengan cicilan Rp 500.000,- per bulan. Pendapatan setoran per bulan Rp 1.500.000,-. Biaya pemeliharaan dan nilai susut Rp.100.000,- per bulan. Berapa zakatnya? Penghasilan bersih Rp 1.500.000,- - Rp 100.00,- = Rp 1.400.000,- berarti melebihi nishab. Zakatnya 10% x Rp 1.400.000,- = Rp 140.000,-. Cicilan tidak dihitung pengeluaran karena pada hakekatnya merupakan harta yang disimpan dan nilai susutnya pun telah dikeluarkan.
Seorang memiliki penghasilan Rp 1.000.000,- per bulan dan pada tiap bulan berhasil menabung Rp. 250.000,-. Bagaimana zakatnya Karena mencapai nishab maka zakatnya 2.5% x Rp 1.000.000,- = Rp 25.000,- Harta tabungan yang terkumpul selama setahun Rp 3.000.000,-. Di awal tahun harta tersebut tidak terkena zakat. Namun jika uang tersebut melampaui batas setahun terkena zakat simpanan yang dinisbatkan kepada nishab emas 85 gram x Rp 25.000 = Rp 2.125.000,- Maka pada awal tahun kedua, penyimpanan uang tersebut terkena zakat 2,5% x Rp 3.000.000,- = Rp 75.000,-.